Senin, 28 November 2016

PENGAWETAN DENGAN SUHU RENDAH

PENGAWETAN DENGAN SUHU RENDAH



PENGAWETAN DENGAN SUHU RENDAH
Definisi Pendinginan
Cara pengawetan bahan pangan pada suhu rendah dibedakan menjadi 2 (dua) cara yaitu pendinginan dan pembekuan.
  1. Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan pada suhu di atas titik beku (di atas 0o C), Pendinginan biasanya dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu
  2. pembekuan penyimpanan bahan makanan di bawah titik bekunya. pembekuan dapat bertahan lebih di banding pendinginan. lama sampai beberapa bulan. Pendinginan dan pembekuan masing-masing berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, warna,nilai gizi dan sifat-sifat lainnya. Pengawetan dengan jalan pendinginan dapat dilakukan dengan penambahan es
    yang berfungsi mendinginkan dengan cepat suhu 0o C, kemudian menjaga suhu selama penyimpanan. Jumlah es yang digunakan tergantung pada jumlah dan suhu bahan, bentuk dan kondisi tempat penyimpanan, serta penyimpanan atau panjang perjalanan selama pengangkutan. Bahan pangan yang diawetkan dengan cara pendinginan tidak mengalami perubahan, sedangkan dengan cara pengeringan bahan mengalami sedikit peruhanan rasa. Bahan pangan yang diawetkan dengan pemanasan, peragian atau penambahan bahan-bahan kimia akan berubah baik rasa, bentuk maupun tampilannya, misalnyua selai, sari buah, tempe, kecap, tapai dan lain-lain. Untuk kebutuhan keluarga, daya tahan bahan pangan dapat diperpanjang untuk waktu tertentu apabila disimpan pada suhu rendah, misalnya dalam lemari es. Namun masih banyak masyarakat yang belum mampu memiliki lemari es yang masih
    tergolong barang mewah. Selain itu masih banyak tempat tinggal di desa yang belum
    menggunakan listrik. Oleh karena itu, pengetahuan cara mengolah dan mengawetkan bahan pangan untuk memperpanjang masa simpannya perlu diketahui oleh masyarakat pedesaan atau yang ekonominya masih rendah.
Alat-alat Pendinginan
a. Refrigan
Refrigeran adalah fluida kerja yang bersirkulasi dalam siklus refrigerasi. Refrigeran merupakan komponen terpenting siklus refrigerasi karena refrigeran yang menimbulkan efek pendinginan dan pemanasan pada mesin refrigerasi. ASHRAE (2005) mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja di dalam mesin refrigerasi, pengkondisian udara, dan sistem pompa kalor. Refrigeran menyerap panas dari satu lokasi dan membuangnya ke lokasi yang lain, biasanya melalui mekanisme evaporasi dan kondensasi.
b. Kompresor
Kompresor mengubah uap refrigeran yang masuk pada suhu dan tekanan rendah menjadi uap bertekanan tinggi. Kompresor juga mengubah suhu refrigeran menjadi lebih tinggi akibat proses yang bersifat isentropik.
c. Evaporator
Pada banyak sistem pendinginan, refrigeran akan menguap di evaporator dan mendinginkan fluida yang melalui evaporator. Evaporator ini disebut sebagai direct-expansion evaporator. Berdasarkan zat yang didinginkan, evaporator dibedakan menjadi evaporator pendingin udara dan pendingin cairan. Berdasarkan konstruksinya, evaporator pendingin udara dibedakan menjadi plat, bare tube, dan finned evaporator. Evaporator plat biasa digunakan pada kulkas rumah. Evaporator pendingin udara ini umumnya digunakan untuk sistem pengkondisian udara (AC). Evaporator pendingin cairan umumnya digunakan untuk mendinginkan air, susu, jus, dan kegunaan industri lainnya. Jenis evaporator yang sering digunakan adalah evaporator bare-tube karena proses pengambilan panas terjadi langsung dari bahan ke ferigeran. Terdapat bebrapa tipe evaporator yang sering digunakan, seperti pipa ganda, Baudelot cooler, tipe tank, shell and coil cooler dan shell and tube cooler.
CONTOH PENGAWETAN DENGAN SUHU RENDAH
Pembekuan Cepat (Quick Freezing) pada Ikan
Pembekuan cepat (quick frozen) pada ikan bertujuan untuk menurunkan suhu sehingga dapat menghambat kerusakan pada ikan sehingga mutu ikan tidak berbeda / atau hampir sama dengan ikan segar pada saat ikan di thawing (dicairkan kembali). Mesin pembekuan yang biasa dipergunakan adalah Air Blast Freezer.
Berbagai metode digunakan dalam usaha pengawetan pangan, dan salah satu diantaranya adalah pembekuan. Beberapa bahan pangan dapat dibekukan, dan pada keadaan beku gerakan sel akan berkurang sehingga menghambat reaksi selanjutnya. Keputusan mengenai apakah suatu bahan pangan perlu dibekukan atau cukup didinginkan, ditentukan oleh jenis bahan itu sendiri dan lama penyimpanan yang diinginkan.
Pembekuan menyebabkan perubahan struktur karena pembentukan kristal es didalam sel. Bahkan, struktur bahan setelah pencairan kembali kemungkinan berubah sangat besar. Penurunan suhu produk sampai di atas titik beku dapat mengurangi aktivitas mikroorganisme dan enzim, sehingga dapat mencegah kerusakan produk pangan, akan tetapi air cairan (liquid water) mungkin masih menyediakan aw (aktivitas air) yang masih memungkinkan terjadinya beberapa aktivitas tersebut. Dengan pembekuan (memakai ABF), fraksi air tak terbekukan dapat dikurangi, sehingga diharapkan dapat mencegah terjadinya hal tersebut
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu :
  • Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan
  • Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama
  • Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial. Bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet juga diharapkan dapat mengganggu kondisi optimal pertumbuhan mikroba. Ditinjau secara kimiawi, pertumbuhan mikroba yang paling rawan adalah keseimbangan elektrolit pada sistem metabolismenya. Karena itu bahan kimia yang digunakan untuk antimikroba yang efektif biasanya digunakan asam-asam organik.
 Cara yang dapat ditempuh untuk mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial adalah :
  1. mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis)
  2. mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi
  3. menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia
  4. membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
Prinsip dasar penyimpanan pada suhu rendah :
• Menghambat pertumbuhan mikroba
• Menghambat reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan biokimiawi
Teknik-teknik Pembekuan :
  1. Penggunaan udara dingin yang diiupkan atau gas lain dengan suhu rendah kontak langsung dengan makanan. Contohnya alat pembeku terowongan (“tunnel freezer “ ).
  2. Kontak tidak langsung. Makanan atau cairan yang telah dikemas kontak dengan permukaan logam (lempengan silindris) yang telah didinginkan dengan cara mensirkulasikan cairan pendingin. Contohnya alat pembeku lempeng ( “plate freezer “ ) .
  3. Perendaman langsung makanan ke dalam cairan pendingin atau menyemprotkan cairan
    pendingin di atas makanan, misalnya nitrogen cair, freon, atau larutan garam.
    Dalam sistem pendingin diperlukan suatu medium pemindahan panas yang disebut “refrigeran “
. Yang dimaksud dengan refrigeran yaitu suatu bahan yang dapat menghilangkan atau memindahkan panas dari suatu ruang tertutup atau benda yang didinginkan.
Sifat-sifat refrigeran dalam sistem pendingin :
• Titik didih rendah
• Titik kondensasi rendah
• Tidak menimbulkan karat pada logam
• Tidak mudah menimbulkan iritasi / luka
• Harganya relatif murah
• Mudah dideteksi dalam jumlah kecil

Refrigeran yang sering digunakan, antara lain :
• Ammonia ( NH3 )
• Metil khlorida ( CH3Cl )
• Freon 12 atau dichlorofluorometana ( CCl2F2)
• Karbon dioksida ( CO2 )
• Sulfur dioksida ( SO2 )
• Propane ( C3H8 )

            Sirkulasi udara dalam lemari es perlu dijaga untuk mencegah pengeringan dari produk dan menghilangkan panas dari produk dan dari dinding lemari es. Sebagian besar makanan mengandung air dalam kadar yang tinggi, karena itu jangan dibiarkan bahan terbuka terhadap sirkulasi udara yang cepat. Kelembaban dalam ruang es perlu dikontrol karena perbedaan uap diantara lemari es dan makanan menyebabkan hilangnya air dari makanan yang tidak dibungkus, sehingga terjadi pengringan bahan.
Pengeringan terutama terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus lebih dahulu atau dibungkus dengan bahan yang tidak tembus uap air serta waktu membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi.
Prinsip dasar penyimpanan pada suhu rendah :
• Menghambat pertumbuhan mikroba
• Menghambat reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan biokimiawi
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara – 1oC sampai + 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2oC sampai + 16oC.
Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku bahan, jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat dilakukan pada suhu kira-kira –17 oC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu antara – 12 oC sampai – 24 oC. Dengan pembekuan, bahan akan tahan sampai bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun.
  1. cepat pada suhu di atas 10 oC
  2. Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu kira-kira 3,3oC
  3. Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 oC sampai – 9,4 oC
Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit pada suhu tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari – 4,0 oC akan menyebabkan kerusakan pada makanan.
Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang dibekukan sangat tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang diberikan sebelum produk itu didinginkan atau dibekukan, karena pada kenyataannya mikroba banyak berasal dari bahan mentah/ bahan baku. Setiap bahan pangan yang akan didinginkan atau dibekukan perlu mendapat perlakuan-perlakuan pendahuluan seperti pembersihan, blansing, atau sterilisasi, sehingga mikroba yang terdapat dalam bahan dapat sedikit berkurang atau terganggu keseimbangan metabolismenya.
Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau penguapan, respirasi atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati seperti sayur-sayuran dan buah-buahan atau dari bahan hewani akan berlangsung terus meskipun bahan-bahan tersebut telah dipanen ataupun hewan telah disembelih. Proses metabolisme ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan akhirnya membusuk. Suhu dimana proses metabolisme ini berlangsung dengan sempurna disebut sebagai suhu optimum.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat mematikan bakteri, sehingga pada waktu bahan beku dikeluarkan dan dibiarkan hingga mencair kembali (“thawing“), maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat berlangsung dengan cepat. Penyimpanan dingin dapat menyebabkan kehilangan bau dan rasa beberapa bahan bila disimpan berdekatan
Suhu Tinggi
Teknik pengawetan ini dilakukan dengan
memaparkan
 bahan pangan dengan suhu tinggi, atau lazim disebut dengan istilah proses termal. Beberapa jenis teknik pengawetan dengan suhu tinggi yaitu: pasteurisasi, sterilisasi, dan  pengeringan.
1) Pasteurisasi
Metode ini ditemukan oleh ilmuwan Prancis,
 Louis Pasteur 
 pada Tahun 1682. Pasteurisasi merupakan salah satu metode pengawetan dengan cara:
1.  memanaskan bahan pangan dengan suhu di bawah titik didih air (< 100
°C). Tujuan utamanya adalah untuk membunuh bakteri patogen yang berbahaya.  Namun tidak semua bakteri yang hidup dalam bahan pangan dapat mati dengan proses pasteurisasi. Sebagian bakteri pembusuk dan bakteri yang dapat membentuk spora masih dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, produk yang diolah dengan cara pasteurisasi memiliki umur simpan yang lebih singkat sehingga perlu dipadukan lagi dengan teknik pengawetan lainnya, misalnya penyimpanan pada suhu rendah atau penambahan bahan kimiawi agar lebih awet. Pasteurisasi dilakukan dengan berbagai variasi waktu dan suhu. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka waktu yang diperlukan untuk memanaskan  bahan juga akan semakin singkat. Ada 2 macam metode pasteurisasi yang sering digunakan, yaitu: LTLT ( Low Temperature Long Time)
dan HTST (High Temperature Short Time).
 LTLT menggunakan suhu 63°C selama 30 menit, sedangkan HTST menggunakan suhu 72°

C selama 15 detik. Setelah dipanaskan, bahan pangan kemudian didinginkan dengan cepat

hingga mencapai suhu 10°C untuk mencegah bakteri tumbuh kembali. Industri  pengolahan susu biasa menggunakan metode HTST karena mempertimbangkan efisiensi proses dan kualitas produk akhir. Pasteurisasi  juga dapat diaplikasikan untuk me
ngawetkan produk pangan dengan pH ≤ 3,7,
seperti jus atau bubur buah, dengan tujuan untuk menginaktifkan jamur  perusak dan ragi ( yeast).
2) Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh seluruh bakteri yang ada pada  bahan pangan. Namun dalam praktiknya, tidak pernah ada bahan pangan yang steril total atau benar-benar bebas dari bakteri. Oleh karena itu, biasanya industri menerapkan sterilisasi komersial, dimana bahan pangan dibebaskan dari bakteri patogen, bakteri pembusuk, maupun bakteri yang menghasilkan toksin (racun). Adapun bakteri non-patogen yang mampu membentuk spora masih ada, namun berada dalam fase dorman. Kondisi ini dianggap aman karena tidak akan memicu terjadinya kerusakan dan pembusukan makanan apabila disimpan pada kondisi normal. Metode sterilisasi disebut pula UHT (
Ultra High Temperature
) karena  proses pemanasan ini dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, yaitu pada suhu 121
°
C selama 15 menit. Bahan pangan yang telah mengalami sterilisasi memiliki tingkat keawetan yang cukup baik. Produk sterilisasi dapat disimpan  pada suhu kamar dan tidak perlu didinginkan.
3) Pengeringan
Pengeringan adalah teknik pengawetan tertua, dimana air yang ada dalam  bahan diuapkan dan dihilangkan sampai kadar tertentu dengan tujuan untuk menghambat aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroorganisme. Pengeringan dapat dikerjakan dengan cara manual maupun menggunakan mesin. Pengeringan manual dilakukan dengan menjemur bahan pangan di
apabila diperlukan.
4) Blanching
   Blanching adalah pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran untuk menginaktifkan enzim-enzim di dalam bahan pangan tersebut, di antaranya adalah enzim katalase dan peroksidase yang merupakan enzim-enzim yang paling tahan panas di dalam sayur-sayuran. Blanching selalu dilakukan jika bahan pangan akan dibekukan karena pembekuan tidak dapat menghambat keaktifan enzim dengan sempurna. Bergantung pada panas yang diberikan, blanching juga dapat mematikan beberapa mikroba. Blanching biasanya dilakukan pada.
5) Sterilisasi Produk secara Sinambung
(Proses Aseptis) Pada prinsipnya, proses sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai kombinasi suhu dan waktu. Jika digunakan suhu yang lebih tinggi, waktu              sterilisasinya makin pendek. Diketahui bahwa kombinasi suhu yang lebih tinggi dan waktu pendek ini dapat memberikan keuntungan berupa mutu produk yang lebih baik. Karena itulah, muncul konsep sterilisasi High Temperatur Short Time (HTST) dan Ultra High Temperature (UHT). Pada kondisi ini, sterilisasi dilakukan pada suhu 130-145 C tetapi hanya dalam beberapa detik saja. Karena itu, diperlukan peralatan pemanasan yang mampu men- capai suhu tersebut dan sekaligus secara cepat mampu mendinginkannya kembali. Pada sistem aseptik ini, dilakukan proses sterilisasi produk pangan dan bahan pengemas (wadah) secara terpisah. Pengisisan produk dilakukan setelah wadah dan produk terlebih dahulu disterilisasikan sehingga untuk mempertahankan sterilitas produk dan wadah, proses pengisian harus dilakukan pada ruangan yang steril. Karena itulah, proses pengisian dan pengemasan dengan cara ini disebut sebagai proses pengemasan aseptik karena memang diperlukan kondisi yang aseptik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar